Kamis, 17 Februari 2011

Nyak Pantun Khik Ngelamun
Kapanku Biti Dikhi
Nginjan wai Latap Imbun
Mak Kejak Khan Pagi

Nginjan wai Latap Imbun
Sina Jadi Umpama
Hukhik Mak gegoh Di hulun
Sengsakha Di Saigala

Khekhanting nutuk Banjekh
Sakikku Butindih tindih
Sedihni sai Numpang mampekh
Mak Khipak Ngilu Pedih

Alang sakikmu Badan
Selalu nedos Hati
Kidang Ano Bagian
Mak Dacok Tisesoli

Mak mingan ti sesoli
hukhik mak ngedok daya
jukung patoh kemudi
Umpama ku Di Ganta

Nyak nyimbin Dikhi Miskin
kintu niku wat kedau
Muluk wai nyindang Angin
Tangih kidang Kekalau

Muluk wai nyindang angin
Tangih kidang kekalau
DalDua Dibawah Rin
DalDapan Angon Niku

khindu niku sai nantu
Hagaku dang Ditanya
Kipak mak pantas hamu
nyak Kilu Iman Juga

nyak kilu Iman Juga
Penyinko Pai Khetini
Jukuk Tengah khenglaya
Kekhing Di Siakh Khani

Sangun Kita Bubida
hukikku Mak bukheti
Niku Kayu Di Khimba
Nyak jukuk Debah Jami

Nyak Jukuk Debah Jami
kheno Hakhapku Diku
Dang muneh kik Mubidi
Kik Mangkung Patut Hamu

Pedihmu Sai Ku Kilu
Kapan juga Masana
Angonku Mak Bukhadu
Selagi nyak Di Dunia

Selagi Di Dunia
Niku Do Sai Kupenah
Indani kik mak juga
Niku Kuandan Jak Jaoh

ya Allah Ya tuhanku
Nyak nyebut Nama tuhan
Di Kala Satu waktu
ngangonko nasibni badan

Tengis pai parawatin
Sangun Adat Dunia
Kaya dalihni Miskin
Masing Masing Ngekhasa

Dimasa Nikham Jaya
unyin segalani wat
Lamon Hulun sai muja
Khadu injuk Kekhamat

Jak Jaoh Khadu nagu
khedik tikayun Singgah
Payah Temon Sai ngaku
Ya bangik Timbul Pungah

Bogher Fc88

Selasa, 15 Februari 2011

PANTUN PAI

Robbikum ni robbikum
robbikum sollu ala
assalamualaikum
pembukaan acara

...sekhatus bukhung keling
sai tuha ninjau di anau
sekhatus khang ku gekhing
di niku khangku layau

bedikekh muneh cangkekh
baya nyani way kupi
khelayamu bepikekh
mak niku sapa lagi

khalis batang ni kandis
khalis kebegu-begu
nekhaka pitu lapis
kusel0m ki wat niku

gunung sugih khik banding
mak lalat kantu anau
jak lunik nang0n gekhing
mubalak tambah layau

mati luwak mak liyoh
penyin ku tan0m pakhi
mati luwak dang jaw0h
kusilau dibi pagi

selingg0m kumbut bebut
mej0ng di ulu ni jan
sai tuha tambah kahut
ki niku ngandan badan

kelapa ni sai watos
bela di kanik ukh0l
niku tikham ditedos
nyak tikham dukh0l"

mak dapok men0k law0k
tebinta di bengkulu
mak dap0k men0k khump0k
tebinta nyak diniku

nyilok silok di law0k

lentekha bukit tinggi
sungguh jakhang kupen0k
kidang khedik di hati

akhloji ku ji mati
sekundan ni mak jalan
hukhik mak mati lagi
ki niku ngandan badan

way la'ai gandai"
akhus ni mat0h ko helu
kawai handak tikhedai
penyanaku ya niku

takhu nyak tantang simpang
tabinta bukit tinggi
wayak mak tipekhpanjang
wassalam penutup ni

KRUI DALAM SEJARAH

By.. Firda
Krui berada di pesisir Barat provinsi Lampung, pada zaman penjajahan Krui merupakan salah satu daerah Afdeeling dibawah resident Bengkulu.
Dari zaman dahulu Krui sudah mempunyai pelabuhan yang ramai, banyak kapal – kapal besar dari berbagai daerah datang ke pelabuhan itu. Pelabuhan itu berada di muara
Way Krui di pekon Pedada – Penggawa Lima.

Krui disebut dalam Peta pelayaran nusantara pada 1411 M bahwa di Pulau Sumatera hanya terdapat beberapa kota pelabuhan antara lain : kota pelabuhan Pasee (NAD), Andripura (Indrapura, Riau), Manincabo (Padang, Sumbar), Lu-Shiangshe (Provinsi Bengkulu), Krui, Liamphon (Lamphong atau Lampung), Luzupara (Kemungkinan daerah Tulang Bawang atau Manggala), Lamby (Jambi), dan nama negeri Crïviyäyâ terletak di Musi Selebar. (dikutip dari : “Bengkulu dalam sejarah Maritim Indonesia”)

BERDIRINYA KERAJAAN PENGGAWA LIMA

Kerajaan Penggawa Lima adalah cikal bakal berdirinya daerah Krui, mereka adalah kaum perintis yang pertama kali membuka penghidupan di Krui, walaupun pada saat ini masyarakat Krui sendiri sangat majemuk dan beragam berasal dari berbagai daerah.

Menurut cerita dari nenek moyang yang dituturkan secara turun temurun, penulis mencoba menyusun cerita-cerita yang masih tersebar didalam masyarakat dan merangkainya menjadi tulisan.

Seperti kebanyakan penduduk di daerah Lampung lainnya, nenek moyang orang Krui sebagian besar juga datang dari Skala Brak, tetapi untuk keluarga kerajaan Penggawa Lima nenek moyang mereka berasal dari Banten.
Lampung pada masa lampau merupakan rumah kedua bagi kesultanan Banten, hal ini seperti disebutkan dalam Piagam Bojong, bahwa pada tahun 1500 – 1800 M, Lampung dikuasai oleh Kesultanan Banten.

Tersebutlah kisah LUMIA RALANG, seorang ksatria yang gagah perkasa, dari Pantau Kota Besi, sebenarnya nenek moyang Lumea Ralang berasal dari salah satu keluarga kerajaan Banten yaitu PANGERAN TANAH JAYA (masih keturunan dari Pangeran Jaya Lelana) yang mencari tanah untuk penghidupan yang lebih baik.
Mereka berlayar dari Banten dan terdampar di Manna, Bengkulu, setelah beberapa lama tinggal di Manna mereka meneruskan perjalanan dan sampai di Semende Makekau dan mereka juga menetap, membuka lahan pertanian dan perkebunan disana. Dari Semende Makekau mereka pindah lagi ke Rantau Nipis, Ranau dan mendirikan kerajaan kecil disana, tetapi karena kehidupan di Ranau belum berpihak kepada mereka mereka pun pindah lagi ke Salipas, Sukau. Setelah sekian lama menetap di Salipas, Sukau, Raja Sukau meminta mereka agar tunduk dibawah kekuasaan Raja Sukau. Akhirnya mereka pindah lagi ke Pantau - Kota Besi, disini mereka hidup rukun, berdampingan dan berakulturasi dengan masyarakat Skala Brak.
Tidak lama kemudian Pantau Kota Besi pun akan dipengaruhi oleh Raja Belalau yang mendapat pengaruh kuat dari kerajaan Pagaruyung.
Karena hal itu Lumea Ralang yang pada saat itu akan mewarisi kerajaan Ayah, berniat
mencari tanah baru untuk memindahkan kerajaan kecilnya.

Suatu ketika, berangkatlah Lumia Ralang dan pasukannya mencari tanah baru, bersama dengan saudara-saudaranya yang masih ada hubungan darah dengan beberapa Rajadari kepaksian Paksi Pak Sekala Brak antara lain :
1. Raja Panglima dari Senangkal , Banding
2. Raja Nurkadim dan Raja Belang dari Way Tegaga
3. Raja Penyukang Alam dari Kageringan
4. Raja Nungkah Nungkeh Degom Pemasok rulah dari Teratas.

Mereka berjalan masuk hutan dan menyusuri hulu sungai (way) Laay, sesampainya mereka di muara way Laay, mereka sangat terkejut mendengar suara gemuruh, setelah diperiksa ternyata mereka melihat danau yang sangat besar dengan airnya yang bergulung-gulung ke darat dan rasanya asin. Sepanjang hari mereka mengamati air laut itu.

Kemudian mereka berjalan ke selatan salah satu anak way krui yaitu way sakera dan mereka menemukan banyak sekali kera-kera. Mereka memanggil-manggil kera dengan teriakan kera ui.. kera ui, kera ui…, kera ui. Ditempat itulah mereka untuk sementara mendirikan gubuk-gubuk, dan mereka menyebutnya tempat kera ui, akhirnya sungai yang besar disitu mereka sebut dengan way Krui (dari sinilah kata krui berasal.)

Mereka memeriksa sekeliling untuk memastikan bahwa tidak ada kerajaan lain yang berkuasa, mereka berjalan kearah utara sampai pada Muara Tanda Batas Bintuhan, dan kearah selatan sampai Way Meluang, batas Semangka.
Sepanjang daerah tersebut mereka tidak menemukan seorangpun apalagi kerajaan.

Mereka juga berjalan ke timur masuk ke dalam hutan, didalam hutan mereka bertemu dengan suku tumi (suku kubu / suku anak dalam), dan suku tumi itu lari masuk ke Hutan.
Ternyata pada malam hari nya suku tumi itu datang merampas persediaan makan mereka, akhirnya terjadilah perang diantara keduanya. Sampai akhirnya suku tumi berhasil dikalahkan dan sebagian lari masuk ke dalam hutan dan tidak pernah kembali lagi.

Setelah menyusuri semua pejuru daerah baru tersebut mereka memutuskan bahwa sepanjang daerah pesisir dari Muara tanda batas Bintuhan sampai way Meluang, batas Semangka, itulah tanah bakal tempat anak cucu mereka bercocok tanam dan berkebun.

Tetapi tanah yang baik untuk tempat tinggal dan tempat mendirikan kerajaan adalah dari Way Mahenai sampai Way Hanuwan.
Akhirnya mereka mendirikan kerajaan yang diberi nama PENGGAWA LIMA, karena didirikan oleh lima orang punggawa. Hal ini juga seperti diceritakan dalam sejarah Sumatera berikut :

William Marsden, The History of Sumatera, chapter 16 page 236 GOVERNMENT. The titles of government are pangeran (from the Javans), kariyer, and kiddimong or nebihi; the latter nearly answering to dupati among the Rejangs. The district of Kroi, near Mount Pugong, is governed by five magistrates called Panggau-limo,….

Masing –masing punggawa menempat setiap pejuru tanah penggawa yaitu :
1. Raja Penyukang Alam ditempatkan di Cukuh Mersa (Bandar)
2. Raja Panglima ditempatkan di Pekon Teba (Perpasan)
3. Raja Nurkadim ditempatkan di Pematang Gedung (Pekon Balak – Laay)
4. Raja Belang ditempatkan di Pematang Gedung (Pekon Laay).
5. Raja Nungkah Nungkeh Dego Pemasok Rulah ditempatkan di Pagar Dewa (Bah Binjai).

Sedangkan Lumea Ralang sendiri mendirikan Istana nya diatas Pantau (Penggawa Lima Ilir) dan kemudian digantikan oleh anaknya : Raja Alam Tegak Buwok.

Sumber :
Datuk Haspian Kadir Gelar Radin Dawan, 1952, Tambo Penggawa Lima
Sejarah Banten Bengkulu dalam sejarah Maritim Indonesia
Marsden William, History of Sumatera

Senin, 14 Februari 2011

Skala Beghak, Asal Muasal.

Sekala Beghak (biasa ditulis Skala Brak), adalah kawasan yang sampai kini dapat disaksikan warisan peradabannya. Kawasan ini boleh dibilang kawasan yang “sudah hidup” sejak masa pra-sejarah. Batu-batu menhir mensitus dan tersebar di sejumlah titik di Lampung Barat. Bukti, ada tanda kehidupan menyejarah.

Sebuah batu prasasti di Bunuk Tenuar, Liwa berangka tahun 966 Saka atau tahun 1074 Masehi, menunjukkan ada jejak Hindu di kawasan tersebut. Bahkan di tengah rimba ditemukan bekas parit dan jalan Zaman Hindu. Ada lagi disebut-sebut bahwa Kenali yang dikenal sekarang sebagai ibukota Kecamatan Belunguh, adalah bekas kerajaan bernama “Kendali” dengan “Raja Sapalananlinda” sebagaimana disebut dalam “Kitab Tiongkok Kuno”. Kata “Sapalananlinda” oleh L.C. Westenenk ditafsir sebagai berasal dari kata “Sribaginda” dalam pengucapan dan telinga orang Cina. Jadi bukan nama orang tapi gelar penyebutan. Buku itu konon juga menyebut, bahwa Kendali itu berada di antara Jawa dan Siam-Kamboja. Kitab itu, menyebut angka tahun antara 454 – 464 Masehi. Kitab ini telah disalin ke dalam bahasa Inggris oleh Groenevelt (Wikipedia Indonesi, 2007).
Meski belum seluruhnya terbaca, namun dapat disimpulkan: di situ tercatat suatu peradaban panjang. Suatu kawasan tua yang mencatatkan diri dalam sejarah umat manusia. Di wilayah ini pula pernah berdiri sebuah kerajaan. Ada yang menyebut kerajaan tersebut adalah Kerajaan Tulang Bawang, namun bukti-bukti keberadaannya sulit ditemukan. Sedang keyakinan yang terus hidup dan dipertahankan masyarakat khususnya di Lampung Barat serta keturunan mereka yang tersebar hingga seluruh wilayah Sumatera Selatan, menyebutkan Kerajaan Skala Beghak. Pendapat ini juga disokong oleh keberadaan para raja yang bergelar Sai Batin, hingga bukti-bukti bangunan dan alat-alat kebesaran kerajaan, upacara dan seni tradisi yang masih terjaga. Masih banyak bukti lain, namun perlu pembahasan terpisah.

Kalau membaca peta Propinsi Lampung sekarang, kisaran lokasi pusat Sekala Beghak berada di hampir seluruh wilayah Kabupaten Lampung Barat, sebagian Kecamatan Banding Agung Kabupaten Ogan Komering Ulu, Propinsi Sumatera Selatan. “Pusat kerajaan” meliputi daerah pegunungan di lereng Gunung Pesagi di daerah Liwa, seputar Kecamatan Batu Brak, Kecamatan Sukau, Kecamatan Belalau dan Kecamatan Balik Bukit.
Sebagai kesatuan politik Kerajaan Sekala Beghak telah berakhir. Tetapi, sebagai kesatuan budaya (cultural based) keber¬adaannya turun temurun tewarisi melalui sejarah panjang yang menggurat kuat dan terbaca makna-maknanya hingga saat ini. Sekala Beghak dalam gelaran peta Tanah Lampung, pastilah tertoreh warna tegas, termasuk sebaran pengaruh kebudayaannya sampai saat ini.
Tata kehidupan berbasis adat tradisi Sekala Beghak juga masih dipertahankan dan dikembangkan. Terutama, Sekala Beghak setelah dalam pengaruh “Empat Umpu” penyebar agama Islam dan lahirnya masyarakat adat Sai Batin. Adat dan tradisi terus diacu dalam tata hidup keseharian masyarakat pendukungnya dan dapat menjadi salah satu sumber inspirasi dan motivasi pengembangan nilai budaya bangsa.
Hasil pembacaan atas segala yang ada dalam masyarakat berkebudayaan Sai Batin di Lampung, memperlihatkan kedudukan dan posisi penting Sekala Beghak sebagai satuan peradaban yang lengkap dan terwariskan. Keberadaan Sekala Beghak tampak sangat benderang dalam peta kebudayaan Sai Batin, sebagai satu tiang sangga utama pembangun masyarakat Lampung. Bahkan, telah diakui, Sekala Beghak sebagai cikal bakal atau asal muasal tertua leluhur “orang Lampung”. Bahkan keberadaan Skala Beghak, berada dalam kisaran waktu strategis perubahan peradaban besar di Nusantara, dari Hindu ke Islam.
Bukti kemashuran Sekala Beghak dirunut melalui penuturan lisan turun-temurun dalam wewarah, tambo, dan dalung yang mempertegas keberadaan Lampung dalam peta peradaban dan kebudayaan Nusantara. Kata Lampung itu sendiri banyak yang menyebut berasal dari kata “anjak lampung” atau “yang berasal dari ketinggian”. Pernyataan itu menunjukkan bahwa “orang Lampung” berasal dari lereng gunung (tempat yang tinggi), yang dalam hal ini Gunung Pesagi. Pendapat yang sama juga ditemukan dalam kronik perjalanan I Tsing. Disebutkan kisah pengelana dari Tiongkok, I Tsing (635-713). Seorang bhiksu yang berkelana dari Tiongkok (masa Dinasti Tang) ke India, dan kembali lagi ke Tiongkok. Ia tinggal di Kuil Xi Ming dan beberapa waktu pernah tingal di Chang’an. Ia menerjemahkan kitab agama Budha berbahasa Sanskerta ke dalam bahasa Cina. Dalam perjalanannya itu, kronik menulis I Tsing singgah di Sriwijaya pada tahun 671. Ia mengunjungi pusat-pusat studi agama Budha di Sumatera, di antaranya selama dua bulan di Jambi dan setelah itu konon tinggal selama 10 tahun di Sriwijaya (685-695). Dalam perjalanannya itu, I Tsing dikabarkan menyebut nama suatu tempat dengan “To Lang Pohwang”. Kata “To Lang Pohwang” merupakan bahasa Hokian, bahasa yang digunakan I Tsing. Ada yang menerjemahkan “To Lang Pohwang” sebagai Tulang Bawang. Salah satunya adalah Prof. Hilman Hadikusuma, ahli hukum adat dan budayawan Lampung tersebut memberi uraian perihal sejarah Lampung, khususnya dalam menafsir To Lang Pohwang sebagai Kerajaan Tulang Bawang. Disebut-sebut berada di sekitar Menggala, ibukota Kabupaten Tulang Bawang saat ini. Meski bekas-bekas atau artefaknya belum terlacak, garis silsilah raja dan istana, komunitas masyarakat pewaris tradisi, dan banyak hal lagi yang masih tidak bisa ditemukan. Tidak hanya dari sudut pandang semantis untuk memaknai kata “To Lang Pohwang”, namun perlu pula didampingi kajian sosiologis dan arkeologis yang lebih mendalam. Kata “To Lang Pohwang” berasal dari bahasa Hokian yang bermakna ‘orang atas’. Orang atas banyak diartikan, orang-orang yang berada atau tinggal di atas (lereng pegunungan, tempat yang tinggi). Dengan demikian penyebutan I Tsing “To Lang Pohwang” memiliki kesamaan makna dengan kata “anjak lampung”, sama-sama berarti orang yang berada atau tinggal di atas. Sedang atas yang dimaksud adalah Gunung Pesagi.

Merujuk pada dua pendapat itu, maka penunjukan “orang atas” mengarah pada Suku Tumi yang tinggal di lereng Gunung Pesagi di Lampung Barat. Mereka inilah cikal-bakal Kerajaan Sekala Beghak. Kerajaan ini di kemudian hari ditundukkan oleh para penakluk, mujahid dan pendakwah Islam yang masuk ke Sekala Beghak dari Samudera Pasai melalui Pagaruyung Sumatera Barat. Di bawah Ratu Mumelar Paksi bersama putranya Ratu Ngegalang Paksi, disertai juga para Umpu, empat cucu Ratu Mumelar Paski. Mereka masuk untuk kemudian menguasai kawasan tersebut setelah menundukkan Suku Tumi. Para Umpu, keempat putra Ratu Ngegalang Paksi itulah yang kemudian melahirkan Paksi Pak Sekala Beghak dengan segala kebudayaannya, berkembang dan beranak pinak untuk kemudian menyebar ke seluruh Lampung dan sejumlah daerah. Karena kerajaan Sekala Beghak lama (animisme/dinamisme) telah dikalahkan dan dikuasai sepenuhnya oleh keempat Umpu keturunan Ratu Ngegalang Paksi, maka kemudian adat-istiadat dan kebudayaan yang berkembang dan dipertahankan hingga kini merupakan peninggalan Kerajaan Sekala Beghak Islam. Dalam tambo-tambo dan wewarah, “Empat Umpu” (Umpu Bejalan Diway; Umpu Belunguh; Umpu Nyekhupa, dan Umpu Pernong) banyak disebut memiliki peran sentral dalam membangun masyarakat adat Sai Batin, Paksi Pak Sekala Beghak. Pada periode selanjutnya, penyebaran orang-orang Sekala Beghak ini dapat dirunut dari kisah-kisah tentang kepergian mereka melalui sungai-sungai. Bahkan, sebagian orang-orang Komering pun mengaku sebagai keturunan Sekala Beghak. Mereka diperkirakan keturunan Pasukan Margasana yang dikirim Kerajaan Sekala Beghak ke Komering untuk menghadang serangan sisa-sia prajurit Kerajaan Sriwijaya yang telah runtuh sebelumnya. Seperti halnya keberadaan Suku Ranau sekarang, diakui juga berasal dari Sekala Beghak, Lampung Barat. Di sekitar Danau Ranau di Banding Agung, Ogan Komering Ulu itu semula dihuni Suku Abung yang setelah kedatangan orang-orang Sekala Beghak pada abad ke-15 mereka pindah ke Lampung Tengah.
Seperti dikutip Harian KOMPAS, (11 Desember 2006:36), pada abad 15 datang empat kelompok masyarakat yang menduduki sekitar Danau Ranau. Di sebelah barat danau dihuni orang-orang yang datang dari Pagaruyung Sumatera Barat dipimpin Dipati Alam Padang. Sementara itu, tiga kelompok lainnya berasal dari Sekala Beghak. Tiga kelompok orang-orang Sekala Beghak itu dipimpin Raja Singa Jukhu (dari Kepaksian Bejalan Diway), menempati sisi timur danau. Di sisi timur danau pula, kelompok yang dipimpin Pangeran Liang Batu dan Pahlawan Sawangan (berasal dari Kepaksian Nyekhupa) menempat. Sementara kelompok yang dipimpin Umpu Sijadi Helau menempati sisi utara danau. Empu Sijadi Helau yang disebut-sebut itu bukan Umpu Jadi putra Ratu Buay Pernong, yang menjadi pewaris tahta Buay Pernong. Kemungkinan besar Umpu Sijadi di daerah Ranau tersebut adalah keturunan Kepaksian Pernong yang meninggalkan Kepaksian dan mendirikan negeri baru di Tenumbang kemudian menjadi Marga Tenumbang. Ketiga kelompok dari Sekala Beghak ini kemudian berbaur dan menempati kawasan Banding Agung, Pematang Ribu, dan Warkuk. Sampai sekarang banyak orang Banding Agung mengaku keturunan Paksi Pak Sekala Beghak. Di samping itu, ada kisah-kisah perpindahan orang Sekala Beghak, sebagaimana ditulis dalam Wikipedia (7/3/07: 04.02), yang dipimpin Pangeran Tongkok Podang, Puyan Rakian, Puyang Nayan Sakti, Puyang Naga Berisang, Ratu Pikulun Siba, Adipati Raja Ngandum dan sebagainya. Bahkan, daerah Cikoneng di Banten ada daerah yang diberikan kepada Umpu Junjungan Sakti dari Kepaksian Belunguh atas jasa-jasanya, dan banyak orang Sekala Beghak yang migrasi ke sana atau sebaliknya. Kisah-kisah ini memperkuat suatu kenyataan bahwa Sekala Beghak tidak hanya sebagai sumber muasal secara geografis, melainkan juga sumber kultur masyarakat. Sekala Beghak adalah hulu suatu kebudayaan masyarakat. Dari Sekala Beghak ini juga lahir huruf Lampung yaitu Kaganga. Bagi sebuah kebudayaan, memiliki bahasa dan aksara sendiri merupakan bukti kebesaran masa lalu kebudayaan tersebut. Di Indonesia hanya sedikit kebudayaan yang memiliki aksara sendiri, yaitu Batak, Lampung (Sumatera Selatan), Jawa, Sunda, Bali, dan Bugis. Dan kebudayaan yang memiliki aksara sendiri dapat dikategorikan sebagai kebudayaan unggul. Karena bahasa merupakan alat komunikasi sekaligus simbol kemajuan peradaban.
Semua aksara Nusantara tersebut berasal dari bahasa Palava, yang berinduk pada bahasa Brahmi di India. Bahasa Palava digunakan di India dan Asia Tenggara. Di Nusantara bahasa ini mengalami penyebaran dan pengembangan, bermula dari bahasa Kawi, sebagai induk bahasa Nusantara. Dari bahasa Kawi menjadi bahasa : Jawa (Hanacaraka), Bali, Surat Batak, Lampung/Sumatera Selatan (Kaganga), dan Bugis. Dari Kerajaan Sekala Beghak yang telah memiliki unsur-unsur “kebudayaan lengkap” ini pulalah “ideologi” Sai Batin dilahirkan dan disebarluaskan. Sampai saat ini, masih banyak yang bisa dibaca dari jejak-jejak yang tertinggal. Baik dari jejak fisik maupun jejak yang tidak kasat mata. Dari legenda, seni budaya, adat tata cara, bahasa lisan tulisan, artefak benda peninggalan, hingga falsafah hidup masih ada runut rujukannya. Dari Sekala Beghak itu di kemudian hari pengaruh budaya dan peradabannya berkembang dan berpengaruh luas ke seluruh Lampung bahkan sampai ke Komering di Sumatera Selatan sekarang. Tidak terhitung kemudian “pendukung budaya”-nya yang tersebar di seluruh Indonesia pada masa kini.


Bogher Fc88

Sejarah Inggris Masuk Ke-Krui

Ass...
Di bawah ini kami sajikan sebuah cerita turun temurun bagi rakyat krui lampung barat yg mengupas sejarah tentang pasukan tentara inggris yg ingin menjajah tanah Krui.
kami mohon maaf,bila di dalam penyajiannya kurang lengkap dgn tdk adanya Tahun,Tanggal ataupun bualan kejadiannya.

Konon pasukan inggris memasuki wilayah krui dgn niat ingin menjajah tanah krui,alasannya begitu sempit untuk di kaji,karena di krui termasuk wilayah yg mempunyai hasil bumi yg banyak.
Sebelum inggris masuk ke krui,terdapat tujuh orang yg memiliki kemampuan yg luar biasa yg berasal dari Balak Wai Tegaga.

Tujuh orang tersebut terbang menuju tempat pasukan inggris mendarat dengan menggunakan sebuah batu besar yang di namakan Batu Mengining
Sesampainya mereka di tujuan,mereka langsung menaiki sebuah gunung demi mengatur dang mempertimbangkan cara menumpas pasukan inggris.Setelah bermusyawarah,di temukanlah jalan keluarnya diantaranya:
1. ada yg menyerang melalui jalan air dan
2. ada yg menyerang melalui jalan darat
Gunung Dimana tempat mereka bermusyawarah tadi di namakan Gunung Timbangan.

Ending cerita,pertempuran terjadi dgn begitu sengitnya dengan menghasilkan kemenangan untuk tujuh orang yg berasal dari pekon Balak Wai Tegaga
Setelah perang,barulah ketujuh orang tersebut menetap di krui masing2 bertempat tinggal di:
1. Raja Alam Di kampung Pedada
2. Raja Nurkodhim Di pekon Balak Laay
3. Raja Belang di pekon Kebagusan
4. Raja Basa di pekon Raja Basa pinggir Laut
Tiga dari Tujuh orang tersebut pergi ke arah Selatan Krui dan sampai sekarang tidak ditemukan keberadaan makamnya.

Setelah sekian lama krui aman,datang lagi pasukan Inggris dengan kapal Induknya.Kedatangan inggris ke krui di ketahui Raja Nurkodhim,sihingga Raja Nurkodhim terabang menuju kapal induk pasukan inggris.
Terjadilah pertempuran yg sengit,singkat cerita pertempuran tersebut di menangkan oleh Raja Nurkodhim.
satu satunya pasukan Inggris yg selamat hanya nahkoda kapal induk tersebut.

Pertempuran Dengan Inggris pernah juga terajadi di Layapan,beribu ribu tentara inggris mati di layapan tersebut,sampai sekarang di namakan Sabah Layapan bertempat Di pekon Menyancang.

Setelah peperangan selesai,Raja Nurkodhim pergi Ke Banten demi menemui Sultan Maulana Hasanuddin.
Di sana Raja nurkodhim banyak belajar tentang adab kesopanan,setelah cukup lama menimba ilmu Raja Nurkodhim pulang ke Krui.

Nama Krui terjadi setelah peperangan dengan tentara inggris selesai.
Krui berarti Duri,sebab dahulu kala sebelum berganti nama menjadi krui,daerah ini dipenuhi dengan banyak duri,Sehingga rakyat lampung khususnya di krui,memberinya Nama Krui sampai sekarang.
Di krui,ada juga yang namanya Air Krui,di air itulah tempat Raja Alam mendudukan Raja Nurkodhim sebagai raja.
Di krui ada yg namanya pekon Balak Laay,Penggawa 5,Ulu 5 kalau dahulu di sebut dengan nama Pasirah 10 pekon.

Demikian cerita atau sejarah singkat tentang pasukan Inggris memasuki krui.
Mohon maaf bila ada kekurangan dlm penyajian cerita ini,saya berharap ada masukan jak minak muari unyinni....


Bogher Fc88

Melongok Pusat Penangkaran Penyu di Lampung Barat


PENYU terancam punah. Jumlahnya, dari waktu ke waktu, cenderung menyusut. Hal ini terjadi karena karena adanya perburuan penyu oleh manusia, untuk dimakan dagingnya, atau telurnya. Kebiasaan penyu mengubur telurnya di pasir, di pinggir laut, memudahkan masyarakat menemukannya. Apalagi, belakangan ini, jumlah penduduk yang tinggal di dekat pantai, semakin banyak.


Data tahun 2006 menunjukan, empat jenis penyu yang biasa mendarat di pesisir Lampung Barat tinggal 165 ekor saja, yang terdiri atas penyu hijau 30 ekor, Penyu sisik 30 ekor, penyu belimbing 15 ekor, dan penyu lekang 90 ekor. (tribunlampung.co.id/26 Juli 2009).


Kepala Bidang Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Barat Imam Pujono mengatakan, hasil survei tahun 2008, populasi penyu indukan di sepanjang pantai pesisir Lampung Barat hanya tinggal 400 ekor. (Lampung Post, Kamis, 14 januari 2011). 

dok.pribadi
Pintu gerbang dilihat dari luar sebelum diberi pagar kiri kanan
(Juni 2010)/dok. pribadi

Pintu gerbang dilihat dari dalam setelah diberi pagar kiri kanan
(November 2010)/dok. pribadi

Untuk itu, pemerintah telah mendirikan Balai Konservasi Laut Daerah Kabupaten Lampung Barat, yang salah satu tujuannya adalah untuk melindungi penyu dari kepunahan. Di samping itu, Balai Konservasi Laut ini juga bertugas melindungi lumba-lumba, terumbu karang, dan ekowisata bahari.

dok. 
pribadi
dok. pribadi



Dari 7 jenis penyu yang ada di dunia, 5 di antaranya hidup dan berkembang biak di Kabupaten Lampung Barat. Kelima jenis penyu ini adalah 1) Penyu Sisik (Erethmochelys Imbricata) 2) Penyu Hijau (Chelonia Mydas) 3) Penyu Belimbing (Dermochelys Coreacea) 4) Penyu Lekang (Lepidochelys Olivaceae) 5) Penyu Tempayan (Caretta Caretta).

Kelima jenis penyu inilah yang coba dilindungi oleh Balai Konservasi Laut, Kabupaten Lampung Barat. Untuk itu Balai Konservasi tersebut telah membentuk sebuah sebuah Kelompok Penangkar Penyu yang berafiliasi dengan mereka, yang anggotanya terdiri dari masyarakat setempat. 


Menurut Pak Akhyar ketua Kelompok Penangkar dan Pelestari Penyu, Pekon Sukamaju, Muara Tembulih, Kecamatan Ngambur, Kabupaten Lampung Barat, yang berafiliasi dengan Balai Konservasi ini, sejauh ini mereka hanya mengusahakan menangkar tiga jenis penyu. Penyu Hijau dan Penyu Belimbing agak sulit ditangkar karena kedua jenis penyu ini tidak mau makan pur seperti penyu-penyu lainnya. “Penyu Hijau dan Penyu Belimbing cuma mau makan ikan yang dipotong kecil-kecil”, katanya. “Kita kewalahan kalau setiap hari harus menyediakan ikan untuk penyu-penyu itu”, tambahnya. “Itulah sebabnya, dalam kolam penangkaran ini hanya ada Penyu Lekang, karena penyu ini mau makan pur, jadi tidak terlalu sulit menangkarnya,” katanya. Sedangkan Penyu Tempayan dan Penyu Sisik waktu itu masih kosong.

dok. pribadi
Kompleks Balai Konservasi Juni 2010/dok. pribadi

Kompleks Balai Konsevasi November 2010/dok.pribadi
Keadaan bulan November 2010/dok.pribadi
Gedung penginapan/dok.pribadi


Di dalam kolam penampungan penyu itu, memang cuma terdapat Penyu Lekang, terpisah dalam dua bak. Beberapa ekor Penyu Lekang umur dua bulan, dalam satu kolam, dan dua ekor Penyu Lekang umur sepuluh bulan, di dalam kolam yang berbeda. “Penyu Sisik dan Penyu Tempayan sudah kami lepas. Sedianya penyu-penyu ini siap dilepas pada umur enam bulan. Tapi dua ekor yang berumur sepuluh bulan ini sengaja saya tahan, sebagai contoh”, kata Pak Akhyar.

Ternyata penyu umur sepuluh bulan itu tidaklah terlalu besar, cuma sebesar telapak tangan orang dewasa. Entah bagaimana perkembangannya kalau mereka hidup di alam bebas.

Kolam penangkaran ini terletak dalam gedung khusus yang dikunci, supaya aman dari tangan-tangan jahil.

dok. pribadi
Tempat Pnenetasan Penyu/dok.pribadi
dok. pribadi
dok.pribadi
Pak Akhyar/ dok. pribadi
Pak Akhyar/ dok. pribadi


Tak jauh dari gedung penangkaran ini, di pasir pantai, terdapat dua petak berpagar bambu kira-kira berukuran 2 x 3 meter, tempat menetaskan telu-telur penyu.

“Kita tidak bisa bekerja sendiri. Kita mengharapkan partisipasi masyarakat”, kata Pak Akhyar. Pak Akhyar dan kelompoknya mengharapkan kesadaran masyarakat untuk menyerahkan telur-telur penyu yang mereka temukan pada kelompoknya, untuk ditetaskan dan ditangkar. Untuk itu, sebagai penghargaan, Pak Akhyar dan kelompoknya akan membeli separuh dari telur-telur penyu itu seharga Rp.2.000 sebutir, sedangkan separuh sisanya diminta kesediaan masyarakat untuk memberikannya secara gratis sebagai bentuk partisipasi mereka. “Tanpa ada kesadaran masyarakat yang demikian, sulit untuk melestarikan penyu-penyu ini”, tambahnya.

Penyu Lekang umur 2 bulan/ dok. pribadi
Penyu Lekang umur 2 bulan/dok.pribadi
Penyu lekang umur 10 bulan/ dok. pribadi
Penyu Lekang umur 10 bulan/dok.pribadi

Dari mana Pak Akhyar dan kelompoknya mendapatkan dana untuk membeli telur-telur itu, dan untuk memberi makan penyu-penyu yang ada dalam penangkaran, inilah yang menarik. Selama ini Pak Akhyar dan kelompoknya mendapat suntikan dana dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. Tapi mulai tahun 2010 ini dana itu distop.

“Mereka mengharapkan kita mandiri”, katanya. Mandiri berarti mereka harus mencari dana sendiri, dengan memberdayakan fasilitas yang ada, atau bila perlu, merogoh kantong sendiri, sebuah cara yang miris mengingat Pak Akhyar dan anggota kelompoknya yang lain bukanlah orang-orang berduit. Pak Akhyar adalah seorang pensiunan guru, sedangkan anggota kelompoknya yang lain hanyalah petani biasa.

Di dalam kompleks Balai Konservasi seluas 2.164 meter persegi ini, memang ada sebuah penginapan yang terdiri dari empat kamar, yang bisa disewakan, untuk para peneliti, turis, atau siapa saja yang berminat mengisi liburannya di sini. Tarifnya tidak mahal, hanya Rp.50.000 untuk satu kamar pribadi, dan Rp.100.000 untuk satu kamar berombongan. Tapi jarang sekali ada orang mau menginap di sini. Kalau tidak ada rombongan peneliti, tidak ada yang menginap. Menurut Pak Akhyar, belum tentu sebulan sekali ada yang menginap di sini. Oleh karena itu Pak Akhyar dan kelompoknya mengharapkan uluran tangan para dermawan yang peduli lingkungan atau siapa saja yang berminat untuk menyumbang, selain tentu saja mengharapkan partisipasi masyarakat untuk menyerahkan telur-telur penyu yang mereka temukan secara cuma-cuma. 

Namun partisipasi masyarakat saat ini masih sangat kecil. Belum ada masyarakat yang secara sukarela menyerahkan telur-telur penyu di sini secara gratis.

Kasi Konservasi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, Marintan, yang saya hubungi melalui telepon, tadi pagi, mengatakan bahwa Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi tidak berhak menghentikan anggaran untuk Balai Konservasi Laut Kabupaten Lampung Barat. Itu semua kebijakan dari pusat. Mungkin dana itu dialihkan untuk kepentingan lain, katanya.***

.Danau Ranau
Penginapan di Danau Ranau

ADAT ISTIADAT LAMPUNG

Berdasarkan adat istiadatnya, penduduk suku Lampung terbagi ke dalam dua golongan besar, yakni masyarakat Lampung beradat Pepadun dan masyarakat Lampung beradat Saibatin atau Peminggir.
liwa lombok
Suku Lampung beradat Pepadun secara lebih terperinci dapat di golongkan ke dalam; (a) Abung Siwo Mego (Abung Sembilan Marga), terdiri atas: Buai Nunyai, Buai Unyi, Buai Nuban, Buai Subing, Buai Beliuk, Buai Kunang, Buai Selagai, Buai Anak Tuha dan Buai Nyerupa. (b) Megou Pak Tulangbawang (Empat Marga Tulangbawang), terdiri dari: Buai Bolan, Buai Umpu, Buai Tegamoan, Buai Ali. (c) Buai Lima (Way Kanan/Sungkai), terdiri dari: Buai Pemuka, Buai Bahuga, Buai Semenguk, Buai Baradatu, Buai Barasakti. (d) Pubian Telu Suku (Pubian Tiga Suku), terdiri dari Buai Manyarakat, Buai Tamba Pupus, dan Buai Buku Jadi.
Diperkirakan bahwa yang pertama kali mendirikan adat Pepadun adalah masyarakat Abung yang ada disekitar abad ke 17 masehi di zaman seba Banten. Pada abad ke 18 masehi, adat Pepadun berkembang pula di daerah Way Kanan, Tulang Bawang dan Way Seputih (Pubian). Kemudian pada permulaan abad ke 19 masehi, adat Pepadun disempurnakan dengan masyarakat kebuaian inti dan kebuaian-kebuaian tambahan (gabungan). Bentuk-bentuk penyempurnaan itu melahirkan apa yang dinamakan Abung Siwou Migou (Abung Siwo Mego), Megou Pak Tulang Bawang dan Pubian Telu Suku.
Masyarakat yang menganut adat tidak Pepadun, yakni yang melaksanakan adat musyawarahnya tanpa menggunakan kursi Pepadun. Karena mereka sebagian besar berdiam di tepi pantai, maka di sebut adat Pesisir. Suku Lampung beradat Saibatin (Peminggir) secara garis besarnya terdiri atas: Masyarakat adat Peminggir, Melinting Rajabasa, masyarakat adat Peminggir Teluk, masyarakat adat Peminggir Semangka, masyarakat adat Peminggir Skala Brak dan masyarakat adat Peminggir Komering. Masyarakat adat Peminggir ini sukar untuk diperinci sebagaimana masyarakat Pepadun, sebab di setiap daerah kebatinan terlalu banyak campuran asal keturunannya.
Bila di lihat dari penyebaran masyarakatnya, daerah adat dapat dibedakan bahwa daerah adat Pepadun berada di antara Kota Tanjungkarang sampai Giham (Belambangan Umpu), Way Kanan menurut rel kereta api, pantai laut Jawa sampai Bukit Barisan sebelah barat. Sedangkan daerah adat Peminggir ada di sepanjang pantai selatan hingga ke barat dan ke utara sampai ke Way Komering.


Bogher Fc88

SEJARAH LAMPUNG

Asal usul bangsa Lampung adalah dari Sekala Brak yaitu sebuah Kerajaan yang letaknya di dataran Belalau, sebelah selatan Danau Ranau yang secara administratif kini berada di Kabupaten Lampung Barat. Dari dataran Sekala Brak inilah bangsa Lampung menyebar ke setiap penjuru dengan mengikuti aliran Way atau sungai-sungai yaitu Way Komring, Way Kanan, Way Semangka, Way Seputih, Way Sekampung dan Way Tulang Bawang beserta anak sungainya, sehingga meliputi dataran Lampung dan Palembang serta Pantai Banten.
Sekala Brak memiliki makna yang dalam dan sangat penting bagi bangsa Lampung. Ia melambangkan peradaban, kebudayaan dan eksistensi Lampung itu sendiri. Bukti tentang kemasyuran kerajaan Sekala Brak didapat dari cerita turun temurun yang disebut warahan, warisan kebudayaan, adat istiadat, keahlian serta benda dan situs seperti tambo dan dalung seperti yang terdapat di Kenali, Batu Brak dan Sukau. Kata LAMPUNG sendiri berawal dari kata Anjak Lambung yang berarti berasal dari ketinggian ini karena para puyang Bangsa Lampung pertama kali bermukim menempati dataran tinggi Sekala Brak di lereng Gunung Pesagi.
Dilereng Gunung Pesagi didapati situs seperti batu batu bekas Negeri atau Pekon kuno, tapak bekas kaki, pelataran peradilan dan tempat eksekusi, serta Prasasti yang terpahat pada batuan. Dari sebuah batu yang bertarikh 966 Caka yang terdapat di Bunuk Tenuar Liwa, ternyata telah ada suku bangsa yang beragama Hindu telah menjadi penghuni didataran Lampung. Didalam rimba rimba ditemukan parit parit dan jalan jalan bekas Zaman Hindu bahkan pada perkebunan tebu terdapat batu batu persegi dan diantaranya didapat batuan berukir yang merupakan puing candi.
Tafsiran para ahli purbakala seperti Groenevelt, L.C.Westernenk dan Hellfich didalam menghubungkan bukti bukti memiliki pendapat yang berbeda beda namun secara garis besar didapat benang merah kesamaan dan acuan yang tidak diragukan didalam menganalisa bahwa Sekala Brak merupakan cikal bakal bangsa Lampung.
Dalam catatan Kitab Tiongkok kuno yang disalin oleh Groenevelt kedalam bahasa Inggris bahwa antara tahun 454 dan 464 Masehi disebutkan kisah sebuah Kerajaan Kendali yang terletak diantara pulau Jawa dan Kamboja. menurut catatan kitab, masyarakat Kendali ini mempunyai adat istiadat yang sama dengan bangsa Siam dan Kamboja. Baginda dari Kendali-Sapanalanlinda mengirimkan seorang utusan yang bernama Taruda ke negeri Tiongkok dengan membawa hadiah emas dan perak, utusan yang demikian dikirim berturut turut hingga abad ke enam.
Menurut L.C. Westenenk nama Kendali ini dapat kita hubungkan dengan Kenali ibukota kecamatan Belalau sekarang. Nama Sapalananlinda itu menurut kupasan dari beberapa ahli sejarah, dikarenakan berhubung lidah bangsa Tiongkok tidak fasih melafaskan kata Sribaginda, ini berarti Sapanalanlinda bukanlah suatu nama.
Berdasarkan Warahan dan Sejarah yang disusun didalam Tambo, dataran Sekala Brak tersebut pada awalnya dihuni oleh suku bangsa Tumi yang menganut faham animisme. Suku bangsa ini mengagungkan sebuah pohon yang bernama Belasa Kepampang atau nangka bercabang karena pohonnya memiliki dua cabang besar, yang satunya nangka dan satunya lagi adalah sebukau yaitu sejenis kayu yang bergetah.
Keistimewaan Belasa Kepampang ini bila terkena cabang kayu sebukau akan dapat menimbulkan penyakit koreng atau penyakit kulit lainnya, namun jika terkena getah cabang nangka penyakit tersebut dapat disembuhkan. Karena keanehan inilah maka Belasa Kepampang ini diagungkan oleh suku bangsa Tumi.
Diriwayatkan didalam Tambo empat orang Putera Raja Pagaruyung tiba di Sekala Brak untuk menyebarkan agama Islam. Fase ini merupakan bagian terpenting dari eksistensi masyarakat Lampung. Keempat Putera Raja ini masing masing adalah:
1. Umpu Bejalan Di Way
2. Umpu Belunguh.
3. Umpu Nyerupa.
4. Umpu Pernong.
Umpu berasal dari kata Ampu seperti yang tertulis pada batu tulis di Pagaruyung yang bertarikh 1358 A.D. Ampu Tuan adalah sebutan Bagi anak Raja Raja Pagaruyung Minangkabau. Setibanya di Skala Brak keempat Umpu bertemu dengan seorang Muli yang ikut menyertai para Umpu dia adalah Si Bulan. Di Sekala Brak keempat Umpu tersebut mendirikan suatu perserikatan yang dinamai Paksi Pak yang berarti Empat Serangkai atau Empat Sepakat.
Setelah perserikatan ini cukup kuat maka suku bangsa Tumi dapat ditaklukkan dan sejak itu berkembanglah agama Islam di Sekala Brak. Sedangkan penduduk yang belum memeluk agama Islam melarikan diri ke Pesisir Krui dan terus menyeberang ke pulau Jawa dan sebagian lagi ke daerah Palembang.
Dataran Sekala Brak yang telah dikuasai oleh keempat Umpu yang disertai Si Bulan, maka Sekala Brak kemudian diperintah oleh keempat Umpu dengan menggunakan nama PAKSI PAK SEKALA BRAK. Inilah cikal bakal Kerajaan Sekala Brak yang merupakan puyang bangsa Lampung. Kerajaan Sekala Brak mereka bagi menjadi empat Marga atau Kebuayan yaitu:
1. Umpu Bejalan Di Way memerintah daerah Kembahang dan Balik Bukit dengan Ibu Negeri Puncak, daerah ini disebut dengan Paksi Buay Bejalan Di Way.
2. Umpu Belunguh memerintah daerah Belalau dengan Ibu Negerinya Kenali, daerah ini disebut dengan Paksi Buay Belunguh.
3. Umpu Nyerupa memerintah daerah Sukau dengan Ibu Negeri Tapak Siring, daerah ini disebut dengan Paksi Buay Nyerupa
4. Umpu Pernong memerintah daerah Batu Brak dengan Ibu Negeri Hanibung, daerah ini disebut dengan Paksi Buay Pernong.
Sedangkan Si Bulan mendapatkan daerah Cenggiring namun kemudian Si Bulan berangkat dari Sekala Brak menuju kearah matahari hidup. Dan daerah pembagiannya digabungkan ke daerah Paksi Buay Pernong karena letaknya yang berdekatan.
Suku bangsa Tumi yang lari kedaerah Pesisir Krui menempati marga marga Punggawa Lima yaitu Marga Pidada, Marga Bandar, Marga Laai dan Marga Way Sindi namun kemudian dapat ditaklukkan oleh Lemia Ralang Pantang yang datang dari daerah Danau Ranau dengan bantuan lima orang punggawa dari Paksi Pak Sekala Brak. Dari kelima orang punggawa inilah nama daerah ini disebut dengan Punggawa Lima karena kelima punggawa ini hidup menetap pada daerah yang telah ditaklukkannya.
Agar syiar agama Islam tidak mendapatkan hambatan maka pohon Belasa Kepampang itu akhirnya ditebang untuk kemudian dibuat PEPADUN. Pepadun adalah singgasana yang hanya dapat digunakan atau diduduki pada saat penobatan SAIBATIN Raja Raja dari Paksi Pak Sekala Brak serta keturunan keturunannya. Dengan ditebangnya pohon Belasa Kepampang ini merupakan pertanda jatuhnya kekuasaan suku bangsa Tumi sekaligus hilangnya faham animisme di kerajaan Sekala Brak. Sekitar awal abad ke 9 Masehi para Saibatin Raja Raja di Sekala Brak menciptakan aksara dan angka tersendiri sebagai Aksara Lampung yang dikenal dengan Had Lampung.
Ada dua makna didalam mengartikan kata Pepadun, yaitu:
1. Dimaknakan sebagai PAPADUN yang maksudnya untuk memadukan pengesahan atau pengakuan untuk mentahbiskan bahwa yang duduk diatasnya adalah Raja.
2. Dimaknakan sebagai PAADUAN yang berarti tempat mengadukan suatu hal ihwal. Maka jelaslah bahwa mereka yang duduk diatasnya adalah tempat orang mengadukan suatu hal atau yang berhak memberikan keputusan.
Ini jelas bahwa fungsi Pepadun hanya diperuntukkan bagi Raja Raja yang memerintah di Sekala Brak. Atas mufakat dari keempat Paksi maka Pepadun tersebut dipercayakan kepada seseorang yang bernama Benyata untuk menyimpan, serta ditunjuk sebagai bendahara Pekon Luas, Paksi Buay Belunguh dan kepadanya diberikan gelar Raja secara turun temurun.
Manakala salah seorang dari keempat Umpu dan keturunannya memerlukan Pepadun tersebut untuk menobatkan salah satu keturunannya maka Pepadun itu dapat diambil atau dipinjam yang setelah digunakan harus dikembalikan. Adanya bendahara yang dipercayakan kepada Benyata semata mata untuk menghindari perebutan atau perselisihan diantara keturunan keturunan Paksi Pak Sekala Brak dikemudian hari.
Pada Tahun 1939 terjadi perselisihan diantara keturunan Benyata memperebutkan keturunan yang tertua atau yang berhak menyimpan Pepadun. Maka atas keputusan kerapatan adat dengan persetujuan Paksi Pak Sekala Brak dan Keresidenan, Pepadun tersebut disimpan dirumah keturunan yang lurus dari Umpu Belunguh hingga sekarang.


Bogher Fc88

KOTA BERBUNGA

Udi ya Lampung Barat nakan
Kota Liwa berbunga
Sunyin rakyat mupakat nakan
Beguwai jejama

Paksi Pak Skala Bekhak
Kelima ya do buay nekhima
Payu kham lapah munggak
Nyilau lebu kelama

Atakh bekhak hanibung
Tumbai ya pekon tuha
Lamban gedung sai agung
Ya do lamban ni marga

Alam gemisikh khik paying agung
Alat ni sai batin ngedok guai
Nitutuk nyambai agung
Guai muli mekhanai

Lampung Barat sai helau
Ngedok gunung pesagi
Pemandangan ni helau
Dapok ngiyos kon hati

Lampung Barat sai betik
Wat tugu kayu akha
Payu kham khamik-khamik
Midokh mit di lumbok wisata

Kapan kham mit di sukau
Dang lupa mit bengkunat
Najin kham wat di khantau
Dang lupa Lampung Barat

XXX

Jak banding sikam jinna
Lupa mak singgah jondong
Kubimbing niku jinna
Mukhawan niku khatong

Mawat kutattak lada
kammak jukuk ni lamon
Mawat kubuka cawa
kammak cawa sai temmon

Si gisting nangun mikhing
jalan berliku liku
Najin dunia giccing
bacak sapai di niku
Bukundang Kalah Sahing
 Numpang pai nanom peghing
Titanom banjagh capa
Numpang pai ngulih-ulih
Jama kutti sai dija

Adek kesaka dija
Kuliak nambi dibbi
Adek gelagh ni sapa
Nyin mubangik ngughau ni

Budaghak dipa dinyak
Pullan tuha mak lagi
Bukundang dipa dinyak
Anak tuha mak lagi

Payu uy mulang pai uy
Dang saka ga di huma
Manuk disayang kenuy
Layau kimak tigaga

Nyilok silok di lawok
Lentera di balimbing
Najin ghalang kupenok
Kidang ghisok kubimbing

Kusassat ghelom selom
Asal putungga batu
Kusassat ghelom pedom
Asal putungga niku

Kughatopkon mak ghattop
Kayu dunggak pumatang
Pedom nyak sanga silop
Min pitu minjak miwang

Indani ghaddak minyak
Titanom di cenggighing
Musakik kik injuk nyak
Bukundang kalah sahing

Musaka ya gila wat
Ki temon ni peghhati
Ya gila sangon mawat
Niku masangkon budi

Ali-ali di jaghi kiri
Gelang di culuk kanan
Mahap sunyin di kutti
Ki salah dang sayahan

Sejarah,Hahiwang,Pantun serta wewarahan krui Ngamb: Kemakni Kucing Lalang Ngeliak Tikus Nakhi Kemincak...

Sejarah,Hahiwang,Pantun serta wewarahan krui Ngamb: Kemakni Kucing Lalang
Ngeliak Tikus Nakhi
Kemincak...
: "Kemakni Kucing Lalang Ngeliak Tikus Nakhi Kemincak tukang gendang Ulai tukang sulingni Kuk cecah tukhuk lalang nengis kaci bunyanyi Gemul t..."
Kemakni Kucing Lalang
Ngeliak Tikus Nakhi
Kemincak tukang gendang
Ulai tukang sulingni

Kuk cecah tukhuk lalang
nengis kaci bunyanyi
Gemul takhi selendang
Bekhuk nabug Melodi

Kekha lapah mid Tandang
Kuya Tukang Ulehni
Kijang lapah bulenggang
sambil ngegikhing jawi

Menok kucing bugelang
Kaci ngembeli dasi
Dang miwang niku samang
sangun khedi kakhcici
 Bogher Fc88
Sejarah Lampung dimulai sejak Zaman Hindu Animis yang berlangsung sampai dengan awal abad ke XVI. Sistem kebudayaan yang berasal dari luar termasuk Hindu dan Budha, turut mewarnai tetapi yang dominan adalah tradisi asli dari zaman Malayo –Polynesia. Daerah Lampung telah lama dikenal orang luar pada permulaan tahun masehi sebagai tempat orang-orang lautan mencari hasil hutan, terbukti dengan diketemukannya berbagai bahan keramik dari zaman Han (206 – 220 SM) dan akhir zaman Han (abad ke II s.d. ke VII) juga di zaman Ming (1368 – 1643).
Menurut berita dari negeri China (china cronicle) abad ke VII, dikatakan bahwa di daerah selatan (Namphang) terdapat kerajaan yang di sebut Tolang p’ohwang (to=orang;Lang P’ohwang = Lampung).
Penemuan peninggalan - penemuan sejarah atau budaya dalam bentuk patung-patung, pahatan bercorak megalitik terdapat  disekitar Purawiwitan, Sumberjaya, Kenali, Batubedil dan Kecamatan Jabung.
Pada daerah-daerah tertentu terdapat peninggalan yang menunjukan bahwa Lampung berada di bawah Kerjaan maritim terbesar kala itu, Kerajaan Sriwijaya. Prasasti Palas Pasemah dan Prasasti Batu Bedil di daerah Tanggamus merupakan peninggalan Kerajaan Sri Wijaya pada sekitar abad VIII. Kerajaan-kerajaan Tulang Bawang dan Skala Brak diduga pernah berdiri pada sekitar abad VII – VIII. Pusat Kerajaan Tulang Bawang diperkirakan disekitar Menggala/ Sungai Tulang Bawang sampai Pagar Dewa.
Zaman Islam di tandai dengan masuknya pegaruh Banten di Lampung pada abad XVI, terutama saat bertahtanya Sultan Hasanuddin (1522 – 1570). Pada masa ini ( abad ke XVII), Lampung melahirkan Pahlawan yang terkenal gigih menentang penjajah Belanda, bernama Radin Intan. Pengaruh Islam terlihat diantaranya dari adanya Tambra Prasasti (Buk dalung) di daerah Bojong Kecamatan Jabung sekarang, berisi perjanjian kerjasama antara Banten dan Lampung dalam menghadapi penjajah Belanda.
Pendapat lain menyatakan bahwa masuknya agama Islam yang pertama kali adalah dari Sumatera Barat pada abad XIV sampai XV. Sebelum Islam masuk penduduk menganut Hindu Budha dan pemujaan ruh nenek moyang dan Sinkretisme.


Bogher fc88

PANTUN DALIH CERITA

Helauni Pantai Karang Nyimbokh
Sikop Nihan Pemandanganni
lamon Jelma Sai midokh
Jenganni Tian Rekreasi

...Jengani Tian Rekreasi
Mandangi Lawok Lepas
hati susah mak lagi
Ulih Hatini adu puas

Puas mak Dacok Tibaca
senang mak mingan Tibeli
kapan tiba Waktuni buka
Midokh pagi mulang Dibi

Midokg pagi mulang Dibi
Injuk mak nungga Leju
Api lagi kik barong Muli
Kedol Bedak Suluh Gincu

Kedol Bedak Suluh Gincu
Injuk mak kurang lagi
Pakaiani gegoh bidu
Keliakan kuk pusokhni

Kepala suku tukang penyin
Kapan wat musyawarahan
Adu ngedok POM BENSIN
Mawat lg hak ketinggalan

Lumpak jak wai jambu
Ram nunggai pekon marang
Pemilihan peratin haga Rigu
Wargani lamo sai miwang

Pekon marang Tinggal Pai
Laju Mid pekon Ngambokh
Sapa Sai Mawat Pandai
Helauni marga Ngambokh

Betikni marga Ngambokh
terkenal Mid Dipa Dipa
Lamon Jelma Sai nyumokh
haga Numpang Usaha

Usaha api ya juga
Asal Halal hasilni
Sinji lain Cerita
Radu lamon Buktini

PISAH ANJAK KUNDANG

Guntokh Dawah Mak Terai
Hakhitingni di Dunia
Suratni Ading Adu Sampai
Kusambut Culuk Khua
Bunyini Liwan Lesai
...Karanganni Ulama
Hat Sekula Tilah Pai
makai ROL jk Gumpeni
Kidang badan melakhat
Mikerko Surat Sinji
Kubalos Kada Niat
Jak Awal Mid Akhirni
Nyimpang bunyini surat
Maaf Di sai Ngembaca
laju Di sai Ngadengi
Dang mneh salah penarima
Kik mak kena Di bunyini

Bogher Fc88

KISAH SAKIK PULKAM

Selasa jam 1/2 Satu
Tanggalni Nyak Lupa
Ceritani Jelma Walu
Mulang pekon Liburan ekula

Ceritani Jelma Walu
Mulang liburan Sekula
Singgah pai di Pringsewu
nyepok manuk Lalaja

Nyepok manuk Lalaja
Kidang butngga Anakni
manukni Mak sepira
Utoh Mahal Regani

Utoh Mahal Regani
Kidang Ti Akuk Juga
Sai kebak Guai Sinji
Bang Ozi jak Sukanegara

Lumpak Jak Pringsewu
Ngeliu Pekon Kagungan
Sampai Di atas Sedayu
Motorni ketua Pecoh BAN

Kham lampung Cawa Lima
Tian Jawa cawa Limo
Guai Mawat tisenghaja
Telaju muneh Fotho fotho

Sukaraja Debah Sedayu
Kiri kanan Pemandangan
Ceritani meranai pitu
Goh sanak Kepandekhan

payu ram muloh mid asal
Motor helau PECOH BAN
Kidang radu Ti tambal
Pagun juga wat cobaan

Pagun juga wat cobaan
Ulih Fotho2 mak Bulehot ( Tulah )
Sesampaini lom kawasan
Motor kicok pecoh ban luot

Ya Allah kidah Tuhan
Cobaan api lagi Sinji
Pagun lapah Seiringan
Goh Sariti mulang Dibi

Kawasan Cabang Lima
Persimpangan Kayu negeri
Sinji angkah Cerita
Mak ngdok maksud Api2

Bogher Fc88

PERDAPENA SAI MANGKON

Helauni marga Ngambokh
Lamon Hasil Bumini
Lamon Jelma Sai Midokh
Jengan Tian Nyepok Rezeki

hati Mak Susah lagi
Senangni Mak Kehingga
Tian ngedok Organisasi
Sai Gelarni PERDAPENA

PERDAPENA sai mangkon
Pusatni di Tanjung Karang
Lamon Puakhi Sa Teson
Induh Susah maupun Senang

Susah Maupun Senang
Mak Mingan Tibabatui
PERDAPENA ngedok cabang
Ya Tinggal Di krui

induh meranai Induh Ya Muli
Ya Khagah Maupun Bebaini
Payu kham Kuatko Silaturahmi
Nyin Kham Seangkonan Muari

Muari ram dang kik pecoh
PERDAPENA jengan kham Teson
Induh redik maupun Jaoh
Kuatko muari Dalih Mangkon

PERDAPENA ngedok Ketua
Sikop Dalih Ya Baik Hati
Ngedok Adok Mutakin Laladja
Ya Tinggal Di Antasari

Ketuani Mutakin Laladja
Tegas Dalam Berorganisasi
Jelmani Selalu Bersahaja
Api lagi kik Jama Muli

Gedahni Zaman Adu maju
Api Lagi Di Pesisekh
bujanji mneh Jam Walu (8)
Setunggan Di JOKER

JOKER Jenganni Permainan
Permainan Bola Sodok
Cawa mak Bngik Mengan
Kik Culuk mkung nyodok

Hani badani panas ngison
Haga Mengan mak bugulai
Maslahni Langsung Lebon
Kik angkah kena koin sai

Ya Mulang tengah Bngi
isi kantongni bela
Injuk itik mulang Dibi
Kapan waktuni tiba

Bogher Fc88