Kamis, 02 Juni 2011

LUMIJA RALANG

Sejarah LUMIJA RALANG. (Raja Alam Ke IV)
Penerus CULA NAGA.
Nyetik Keris khik Pedang.
...Bersatu PUNGGAWA LIMA.

Mebani perang tandang.
Gerilya mik Utara. (Pugung + - thn 1812)
Gumah mak nutuk mulang.
Gugur di medan laga.

Siasat perang pedang.
Mak nungga kena sasa.
Mak udi badan cadang.
Pilokh nembus mik dada.

Gumah nyawa melayang.
INGGRIS nambah armada. (Karena terdesak, Inggris menambah pasukan dari bengkulu)
Takdir nyani kham miwang.
Pahlawan gugur juga.

Wahai LUMIJA RALANG.
Darahmu netes juga. (Gugur di Pugung Pemancakhan demi Pertiwi)
Kuk galah kena lidang.
Sampai mawat kegaga. (Konon kepalanya di bawa Inggris bukti kemenangan mereka)

Sai nyisa Masgul mulang.
Sambil ngusung keranda.
Ngisi LUMIJA RALANG.
PAHLAWAN kham jak ija. (Satu di antara Pahlawan PUNGGAWA LIMA)

Mak ketulak di malang.
Inji takdir Sai Kuasa.
Penjajah makin garang.
Rakyat lamon binasa.

Jak pagi jadi petang.
Hamili pulimban bakha.
Sekian saka terkekang.
Lahekh RAJA ALAM ke - V. (RAJA ALAM MENYINGOK LUNGKUNG)

PAHLAWAN KRUI

By; Beni Haryanto
Bismillah pangkal kata.
Mahaf lain hahingga.
Sinji rangkaian cawa.
Asal mula cekhita.

KHADIN DAWAN Pedada.
Nyusun Tamboni Marga.
Silsilah khabai lupa.
Lawan sekam sai ngukha.

Kisah PUNGGAWA LIMA.
Di tuturkon di dija.
Ku teduh mawat kena.
Nyelom sego'an saka.

LUMIA RALANG ku hena.
Keluarga PANGERAN TANAH JAYA.
Keturunan JAYA LELANA. (Banten)
Terdampar di daerah Manna ( Bengkulu)

Jak Banding RAJA PANGLIMA.
NURKADIM khik RAJA BELANG jak Way Tegaga.
Khekhamah Gelar Raja.
Kuk Adok tega nana.

NUNGKAH NANGKEH lelawa. (Jak Teratas)
Jak khulah mik di Teba.
PENYUKANG ALAM kindo juga. (Jak Kageringan)
Mak tekhambat kipak khimba.

SALIBAR ALAM Panglima.
Julukan membahana.
Akik Jin mekhabai di ya.
Ikin kik Jema khua.

Bukisah Tian Lima.
Di lom urutan mena.
Ngerintis nyepok Khelaya.

Jak semangka mit bintuhan.
Tapal batas sai sayya.
Petungga Jema pulan. (Orang Tumi suku pedalaman Krui dulu)
...Bekhak cuping khik mata.

Raja Tumi ya PASANGGAHAN.
Tewas di tikam senjata.
Sai nyisa kukhuk pulan.
Mak nimbul tugok ganta.(Mungkin Punah)

Kik KERA UI betabokhan.
Kuk KHUI nyucuk kepa.
Cawa KRUI mundah disan.
Kekaji asal Nama. (Teori asal nama Krui)

PUNGGAWA LIMA netap disan.
Rukun daleh sejahtra.
Sampai ngedok keturunan.
Gumah jadi legenda.

Tahun khadu khatusan.
Di lom abad sai saka.
Penghuni betambahan
Nyepok sugeh khencaka.

Penjajajh mamidokhan.
Nyepok kupi, cengkeh khik lada.
Jak lawok mik daratan.
INGGRIS nyuhun senjata. (Penjajah pertama yang menduduki Krui)

Lain hak mak ngelawan.
Anjak rakyat di nana.
Kuk hulu pisah jak badan.
Nyawa lepas jak raga.

Kheno pai antak isan.
Mahaf kik salah cawa.
Kintu bang kintu nihan.
Wakhah jadi beguna.

Kamis, 17 Februari 2011

Nyak Pantun Khik Ngelamun
Kapanku Biti Dikhi
Nginjan wai Latap Imbun
Mak Kejak Khan Pagi

Nginjan wai Latap Imbun
Sina Jadi Umpama
Hukhik Mak gegoh Di hulun
Sengsakha Di Saigala

Khekhanting nutuk Banjekh
Sakikku Butindih tindih
Sedihni sai Numpang mampekh
Mak Khipak Ngilu Pedih

Alang sakikmu Badan
Selalu nedos Hati
Kidang Ano Bagian
Mak Dacok Tisesoli

Mak mingan ti sesoli
hukhik mak ngedok daya
jukung patoh kemudi
Umpama ku Di Ganta

Nyak nyimbin Dikhi Miskin
kintu niku wat kedau
Muluk wai nyindang Angin
Tangih kidang Kekalau

Muluk wai nyindang angin
Tangih kidang kekalau
DalDua Dibawah Rin
DalDapan Angon Niku

khindu niku sai nantu
Hagaku dang Ditanya
Kipak mak pantas hamu
nyak Kilu Iman Juga

nyak kilu Iman Juga
Penyinko Pai Khetini
Jukuk Tengah khenglaya
Kekhing Di Siakh Khani

Sangun Kita Bubida
hukikku Mak bukheti
Niku Kayu Di Khimba
Nyak jukuk Debah Jami

Nyak Jukuk Debah Jami
kheno Hakhapku Diku
Dang muneh kik Mubidi
Kik Mangkung Patut Hamu

Pedihmu Sai Ku Kilu
Kapan juga Masana
Angonku Mak Bukhadu
Selagi nyak Di Dunia

Selagi Di Dunia
Niku Do Sai Kupenah
Indani kik mak juga
Niku Kuandan Jak Jaoh

ya Allah Ya tuhanku
Nyak nyebut Nama tuhan
Di Kala Satu waktu
ngangonko nasibni badan

Tengis pai parawatin
Sangun Adat Dunia
Kaya dalihni Miskin
Masing Masing Ngekhasa

Dimasa Nikham Jaya
unyin segalani wat
Lamon Hulun sai muja
Khadu injuk Kekhamat

Jak Jaoh Khadu nagu
khedik tikayun Singgah
Payah Temon Sai ngaku
Ya bangik Timbul Pungah

Bogher Fc88

Selasa, 15 Februari 2011

PANTUN PAI

Robbikum ni robbikum
robbikum sollu ala
assalamualaikum
pembukaan acara

...sekhatus bukhung keling
sai tuha ninjau di anau
sekhatus khang ku gekhing
di niku khangku layau

bedikekh muneh cangkekh
baya nyani way kupi
khelayamu bepikekh
mak niku sapa lagi

khalis batang ni kandis
khalis kebegu-begu
nekhaka pitu lapis
kusel0m ki wat niku

gunung sugih khik banding
mak lalat kantu anau
jak lunik nang0n gekhing
mubalak tambah layau

mati luwak mak liyoh
penyin ku tan0m pakhi
mati luwak dang jaw0h
kusilau dibi pagi

selingg0m kumbut bebut
mej0ng di ulu ni jan
sai tuha tambah kahut
ki niku ngandan badan

kelapa ni sai watos
bela di kanik ukh0l
niku tikham ditedos
nyak tikham dukh0l"

mak dapok men0k law0k
tebinta di bengkulu
mak dap0k men0k khump0k
tebinta nyak diniku

nyilok silok di law0k

lentekha bukit tinggi
sungguh jakhang kupen0k
kidang khedik di hati

akhloji ku ji mati
sekundan ni mak jalan
hukhik mak mati lagi
ki niku ngandan badan

way la'ai gandai"
akhus ni mat0h ko helu
kawai handak tikhedai
penyanaku ya niku

takhu nyak tantang simpang
tabinta bukit tinggi
wayak mak tipekhpanjang
wassalam penutup ni

KRUI DALAM SEJARAH

By.. Firda
Krui berada di pesisir Barat provinsi Lampung, pada zaman penjajahan Krui merupakan salah satu daerah Afdeeling dibawah resident Bengkulu.
Dari zaman dahulu Krui sudah mempunyai pelabuhan yang ramai, banyak kapal – kapal besar dari berbagai daerah datang ke pelabuhan itu. Pelabuhan itu berada di muara
Way Krui di pekon Pedada – Penggawa Lima.

Krui disebut dalam Peta pelayaran nusantara pada 1411 M bahwa di Pulau Sumatera hanya terdapat beberapa kota pelabuhan antara lain : kota pelabuhan Pasee (NAD), Andripura (Indrapura, Riau), Manincabo (Padang, Sumbar), Lu-Shiangshe (Provinsi Bengkulu), Krui, Liamphon (Lamphong atau Lampung), Luzupara (Kemungkinan daerah Tulang Bawang atau Manggala), Lamby (Jambi), dan nama negeri Crïviyäyâ terletak di Musi Selebar. (dikutip dari : “Bengkulu dalam sejarah Maritim Indonesia”)

BERDIRINYA KERAJAAN PENGGAWA LIMA

Kerajaan Penggawa Lima adalah cikal bakal berdirinya daerah Krui, mereka adalah kaum perintis yang pertama kali membuka penghidupan di Krui, walaupun pada saat ini masyarakat Krui sendiri sangat majemuk dan beragam berasal dari berbagai daerah.

Menurut cerita dari nenek moyang yang dituturkan secara turun temurun, penulis mencoba menyusun cerita-cerita yang masih tersebar didalam masyarakat dan merangkainya menjadi tulisan.

Seperti kebanyakan penduduk di daerah Lampung lainnya, nenek moyang orang Krui sebagian besar juga datang dari Skala Brak, tetapi untuk keluarga kerajaan Penggawa Lima nenek moyang mereka berasal dari Banten.
Lampung pada masa lampau merupakan rumah kedua bagi kesultanan Banten, hal ini seperti disebutkan dalam Piagam Bojong, bahwa pada tahun 1500 – 1800 M, Lampung dikuasai oleh Kesultanan Banten.

Tersebutlah kisah LUMIA RALANG, seorang ksatria yang gagah perkasa, dari Pantau Kota Besi, sebenarnya nenek moyang Lumea Ralang berasal dari salah satu keluarga kerajaan Banten yaitu PANGERAN TANAH JAYA (masih keturunan dari Pangeran Jaya Lelana) yang mencari tanah untuk penghidupan yang lebih baik.
Mereka berlayar dari Banten dan terdampar di Manna, Bengkulu, setelah beberapa lama tinggal di Manna mereka meneruskan perjalanan dan sampai di Semende Makekau dan mereka juga menetap, membuka lahan pertanian dan perkebunan disana. Dari Semende Makekau mereka pindah lagi ke Rantau Nipis, Ranau dan mendirikan kerajaan kecil disana, tetapi karena kehidupan di Ranau belum berpihak kepada mereka mereka pun pindah lagi ke Salipas, Sukau. Setelah sekian lama menetap di Salipas, Sukau, Raja Sukau meminta mereka agar tunduk dibawah kekuasaan Raja Sukau. Akhirnya mereka pindah lagi ke Pantau - Kota Besi, disini mereka hidup rukun, berdampingan dan berakulturasi dengan masyarakat Skala Brak.
Tidak lama kemudian Pantau Kota Besi pun akan dipengaruhi oleh Raja Belalau yang mendapat pengaruh kuat dari kerajaan Pagaruyung.
Karena hal itu Lumea Ralang yang pada saat itu akan mewarisi kerajaan Ayah, berniat
mencari tanah baru untuk memindahkan kerajaan kecilnya.

Suatu ketika, berangkatlah Lumia Ralang dan pasukannya mencari tanah baru, bersama dengan saudara-saudaranya yang masih ada hubungan darah dengan beberapa Rajadari kepaksian Paksi Pak Sekala Brak antara lain :
1. Raja Panglima dari Senangkal , Banding
2. Raja Nurkadim dan Raja Belang dari Way Tegaga
3. Raja Penyukang Alam dari Kageringan
4. Raja Nungkah Nungkeh Degom Pemasok rulah dari Teratas.

Mereka berjalan masuk hutan dan menyusuri hulu sungai (way) Laay, sesampainya mereka di muara way Laay, mereka sangat terkejut mendengar suara gemuruh, setelah diperiksa ternyata mereka melihat danau yang sangat besar dengan airnya yang bergulung-gulung ke darat dan rasanya asin. Sepanjang hari mereka mengamati air laut itu.

Kemudian mereka berjalan ke selatan salah satu anak way krui yaitu way sakera dan mereka menemukan banyak sekali kera-kera. Mereka memanggil-manggil kera dengan teriakan kera ui.. kera ui, kera ui…, kera ui. Ditempat itulah mereka untuk sementara mendirikan gubuk-gubuk, dan mereka menyebutnya tempat kera ui, akhirnya sungai yang besar disitu mereka sebut dengan way Krui (dari sinilah kata krui berasal.)

Mereka memeriksa sekeliling untuk memastikan bahwa tidak ada kerajaan lain yang berkuasa, mereka berjalan kearah utara sampai pada Muara Tanda Batas Bintuhan, dan kearah selatan sampai Way Meluang, batas Semangka.
Sepanjang daerah tersebut mereka tidak menemukan seorangpun apalagi kerajaan.

Mereka juga berjalan ke timur masuk ke dalam hutan, didalam hutan mereka bertemu dengan suku tumi (suku kubu / suku anak dalam), dan suku tumi itu lari masuk ke Hutan.
Ternyata pada malam hari nya suku tumi itu datang merampas persediaan makan mereka, akhirnya terjadilah perang diantara keduanya. Sampai akhirnya suku tumi berhasil dikalahkan dan sebagian lari masuk ke dalam hutan dan tidak pernah kembali lagi.

Setelah menyusuri semua pejuru daerah baru tersebut mereka memutuskan bahwa sepanjang daerah pesisir dari Muara tanda batas Bintuhan sampai way Meluang, batas Semangka, itulah tanah bakal tempat anak cucu mereka bercocok tanam dan berkebun.

Tetapi tanah yang baik untuk tempat tinggal dan tempat mendirikan kerajaan adalah dari Way Mahenai sampai Way Hanuwan.
Akhirnya mereka mendirikan kerajaan yang diberi nama PENGGAWA LIMA, karena didirikan oleh lima orang punggawa. Hal ini juga seperti diceritakan dalam sejarah Sumatera berikut :

William Marsden, The History of Sumatera, chapter 16 page 236 GOVERNMENT. The titles of government are pangeran (from the Javans), kariyer, and kiddimong or nebihi; the latter nearly answering to dupati among the Rejangs. The district of Kroi, near Mount Pugong, is governed by five magistrates called Panggau-limo,….

Masing –masing punggawa menempat setiap pejuru tanah penggawa yaitu :
1. Raja Penyukang Alam ditempatkan di Cukuh Mersa (Bandar)
2. Raja Panglima ditempatkan di Pekon Teba (Perpasan)
3. Raja Nurkadim ditempatkan di Pematang Gedung (Pekon Balak – Laay)
4. Raja Belang ditempatkan di Pematang Gedung (Pekon Laay).
5. Raja Nungkah Nungkeh Dego Pemasok Rulah ditempatkan di Pagar Dewa (Bah Binjai).

Sedangkan Lumea Ralang sendiri mendirikan Istana nya diatas Pantau (Penggawa Lima Ilir) dan kemudian digantikan oleh anaknya : Raja Alam Tegak Buwok.

Sumber :
Datuk Haspian Kadir Gelar Radin Dawan, 1952, Tambo Penggawa Lima
Sejarah Banten Bengkulu dalam sejarah Maritim Indonesia
Marsden William, History of Sumatera

Senin, 14 Februari 2011

Skala Beghak, Asal Muasal.

Sekala Beghak (biasa ditulis Skala Brak), adalah kawasan yang sampai kini dapat disaksikan warisan peradabannya. Kawasan ini boleh dibilang kawasan yang “sudah hidup” sejak masa pra-sejarah. Batu-batu menhir mensitus dan tersebar di sejumlah titik di Lampung Barat. Bukti, ada tanda kehidupan menyejarah.

Sebuah batu prasasti di Bunuk Tenuar, Liwa berangka tahun 966 Saka atau tahun 1074 Masehi, menunjukkan ada jejak Hindu di kawasan tersebut. Bahkan di tengah rimba ditemukan bekas parit dan jalan Zaman Hindu. Ada lagi disebut-sebut bahwa Kenali yang dikenal sekarang sebagai ibukota Kecamatan Belunguh, adalah bekas kerajaan bernama “Kendali” dengan “Raja Sapalananlinda” sebagaimana disebut dalam “Kitab Tiongkok Kuno”. Kata “Sapalananlinda” oleh L.C. Westenenk ditafsir sebagai berasal dari kata “Sribaginda” dalam pengucapan dan telinga orang Cina. Jadi bukan nama orang tapi gelar penyebutan. Buku itu konon juga menyebut, bahwa Kendali itu berada di antara Jawa dan Siam-Kamboja. Kitab itu, menyebut angka tahun antara 454 – 464 Masehi. Kitab ini telah disalin ke dalam bahasa Inggris oleh Groenevelt (Wikipedia Indonesi, 2007).
Meski belum seluruhnya terbaca, namun dapat disimpulkan: di situ tercatat suatu peradaban panjang. Suatu kawasan tua yang mencatatkan diri dalam sejarah umat manusia. Di wilayah ini pula pernah berdiri sebuah kerajaan. Ada yang menyebut kerajaan tersebut adalah Kerajaan Tulang Bawang, namun bukti-bukti keberadaannya sulit ditemukan. Sedang keyakinan yang terus hidup dan dipertahankan masyarakat khususnya di Lampung Barat serta keturunan mereka yang tersebar hingga seluruh wilayah Sumatera Selatan, menyebutkan Kerajaan Skala Beghak. Pendapat ini juga disokong oleh keberadaan para raja yang bergelar Sai Batin, hingga bukti-bukti bangunan dan alat-alat kebesaran kerajaan, upacara dan seni tradisi yang masih terjaga. Masih banyak bukti lain, namun perlu pembahasan terpisah.

Kalau membaca peta Propinsi Lampung sekarang, kisaran lokasi pusat Sekala Beghak berada di hampir seluruh wilayah Kabupaten Lampung Barat, sebagian Kecamatan Banding Agung Kabupaten Ogan Komering Ulu, Propinsi Sumatera Selatan. “Pusat kerajaan” meliputi daerah pegunungan di lereng Gunung Pesagi di daerah Liwa, seputar Kecamatan Batu Brak, Kecamatan Sukau, Kecamatan Belalau dan Kecamatan Balik Bukit.
Sebagai kesatuan politik Kerajaan Sekala Beghak telah berakhir. Tetapi, sebagai kesatuan budaya (cultural based) keber¬adaannya turun temurun tewarisi melalui sejarah panjang yang menggurat kuat dan terbaca makna-maknanya hingga saat ini. Sekala Beghak dalam gelaran peta Tanah Lampung, pastilah tertoreh warna tegas, termasuk sebaran pengaruh kebudayaannya sampai saat ini.
Tata kehidupan berbasis adat tradisi Sekala Beghak juga masih dipertahankan dan dikembangkan. Terutama, Sekala Beghak setelah dalam pengaruh “Empat Umpu” penyebar agama Islam dan lahirnya masyarakat adat Sai Batin. Adat dan tradisi terus diacu dalam tata hidup keseharian masyarakat pendukungnya dan dapat menjadi salah satu sumber inspirasi dan motivasi pengembangan nilai budaya bangsa.
Hasil pembacaan atas segala yang ada dalam masyarakat berkebudayaan Sai Batin di Lampung, memperlihatkan kedudukan dan posisi penting Sekala Beghak sebagai satuan peradaban yang lengkap dan terwariskan. Keberadaan Sekala Beghak tampak sangat benderang dalam peta kebudayaan Sai Batin, sebagai satu tiang sangga utama pembangun masyarakat Lampung. Bahkan, telah diakui, Sekala Beghak sebagai cikal bakal atau asal muasal tertua leluhur “orang Lampung”. Bahkan keberadaan Skala Beghak, berada dalam kisaran waktu strategis perubahan peradaban besar di Nusantara, dari Hindu ke Islam.
Bukti kemashuran Sekala Beghak dirunut melalui penuturan lisan turun-temurun dalam wewarah, tambo, dan dalung yang mempertegas keberadaan Lampung dalam peta peradaban dan kebudayaan Nusantara. Kata Lampung itu sendiri banyak yang menyebut berasal dari kata “anjak lampung” atau “yang berasal dari ketinggian”. Pernyataan itu menunjukkan bahwa “orang Lampung” berasal dari lereng gunung (tempat yang tinggi), yang dalam hal ini Gunung Pesagi. Pendapat yang sama juga ditemukan dalam kronik perjalanan I Tsing. Disebutkan kisah pengelana dari Tiongkok, I Tsing (635-713). Seorang bhiksu yang berkelana dari Tiongkok (masa Dinasti Tang) ke India, dan kembali lagi ke Tiongkok. Ia tinggal di Kuil Xi Ming dan beberapa waktu pernah tingal di Chang’an. Ia menerjemahkan kitab agama Budha berbahasa Sanskerta ke dalam bahasa Cina. Dalam perjalanannya itu, kronik menulis I Tsing singgah di Sriwijaya pada tahun 671. Ia mengunjungi pusat-pusat studi agama Budha di Sumatera, di antaranya selama dua bulan di Jambi dan setelah itu konon tinggal selama 10 tahun di Sriwijaya (685-695). Dalam perjalanannya itu, I Tsing dikabarkan menyebut nama suatu tempat dengan “To Lang Pohwang”. Kata “To Lang Pohwang” merupakan bahasa Hokian, bahasa yang digunakan I Tsing. Ada yang menerjemahkan “To Lang Pohwang” sebagai Tulang Bawang. Salah satunya adalah Prof. Hilman Hadikusuma, ahli hukum adat dan budayawan Lampung tersebut memberi uraian perihal sejarah Lampung, khususnya dalam menafsir To Lang Pohwang sebagai Kerajaan Tulang Bawang. Disebut-sebut berada di sekitar Menggala, ibukota Kabupaten Tulang Bawang saat ini. Meski bekas-bekas atau artefaknya belum terlacak, garis silsilah raja dan istana, komunitas masyarakat pewaris tradisi, dan banyak hal lagi yang masih tidak bisa ditemukan. Tidak hanya dari sudut pandang semantis untuk memaknai kata “To Lang Pohwang”, namun perlu pula didampingi kajian sosiologis dan arkeologis yang lebih mendalam. Kata “To Lang Pohwang” berasal dari bahasa Hokian yang bermakna ‘orang atas’. Orang atas banyak diartikan, orang-orang yang berada atau tinggal di atas (lereng pegunungan, tempat yang tinggi). Dengan demikian penyebutan I Tsing “To Lang Pohwang” memiliki kesamaan makna dengan kata “anjak lampung”, sama-sama berarti orang yang berada atau tinggal di atas. Sedang atas yang dimaksud adalah Gunung Pesagi.

Merujuk pada dua pendapat itu, maka penunjukan “orang atas” mengarah pada Suku Tumi yang tinggal di lereng Gunung Pesagi di Lampung Barat. Mereka inilah cikal-bakal Kerajaan Sekala Beghak. Kerajaan ini di kemudian hari ditundukkan oleh para penakluk, mujahid dan pendakwah Islam yang masuk ke Sekala Beghak dari Samudera Pasai melalui Pagaruyung Sumatera Barat. Di bawah Ratu Mumelar Paksi bersama putranya Ratu Ngegalang Paksi, disertai juga para Umpu, empat cucu Ratu Mumelar Paski. Mereka masuk untuk kemudian menguasai kawasan tersebut setelah menundukkan Suku Tumi. Para Umpu, keempat putra Ratu Ngegalang Paksi itulah yang kemudian melahirkan Paksi Pak Sekala Beghak dengan segala kebudayaannya, berkembang dan beranak pinak untuk kemudian menyebar ke seluruh Lampung dan sejumlah daerah. Karena kerajaan Sekala Beghak lama (animisme/dinamisme) telah dikalahkan dan dikuasai sepenuhnya oleh keempat Umpu keturunan Ratu Ngegalang Paksi, maka kemudian adat-istiadat dan kebudayaan yang berkembang dan dipertahankan hingga kini merupakan peninggalan Kerajaan Sekala Beghak Islam. Dalam tambo-tambo dan wewarah, “Empat Umpu” (Umpu Bejalan Diway; Umpu Belunguh; Umpu Nyekhupa, dan Umpu Pernong) banyak disebut memiliki peran sentral dalam membangun masyarakat adat Sai Batin, Paksi Pak Sekala Beghak. Pada periode selanjutnya, penyebaran orang-orang Sekala Beghak ini dapat dirunut dari kisah-kisah tentang kepergian mereka melalui sungai-sungai. Bahkan, sebagian orang-orang Komering pun mengaku sebagai keturunan Sekala Beghak. Mereka diperkirakan keturunan Pasukan Margasana yang dikirim Kerajaan Sekala Beghak ke Komering untuk menghadang serangan sisa-sia prajurit Kerajaan Sriwijaya yang telah runtuh sebelumnya. Seperti halnya keberadaan Suku Ranau sekarang, diakui juga berasal dari Sekala Beghak, Lampung Barat. Di sekitar Danau Ranau di Banding Agung, Ogan Komering Ulu itu semula dihuni Suku Abung yang setelah kedatangan orang-orang Sekala Beghak pada abad ke-15 mereka pindah ke Lampung Tengah.
Seperti dikutip Harian KOMPAS, (11 Desember 2006:36), pada abad 15 datang empat kelompok masyarakat yang menduduki sekitar Danau Ranau. Di sebelah barat danau dihuni orang-orang yang datang dari Pagaruyung Sumatera Barat dipimpin Dipati Alam Padang. Sementara itu, tiga kelompok lainnya berasal dari Sekala Beghak. Tiga kelompok orang-orang Sekala Beghak itu dipimpin Raja Singa Jukhu (dari Kepaksian Bejalan Diway), menempati sisi timur danau. Di sisi timur danau pula, kelompok yang dipimpin Pangeran Liang Batu dan Pahlawan Sawangan (berasal dari Kepaksian Nyekhupa) menempat. Sementara kelompok yang dipimpin Umpu Sijadi Helau menempati sisi utara danau. Empu Sijadi Helau yang disebut-sebut itu bukan Umpu Jadi putra Ratu Buay Pernong, yang menjadi pewaris tahta Buay Pernong. Kemungkinan besar Umpu Sijadi di daerah Ranau tersebut adalah keturunan Kepaksian Pernong yang meninggalkan Kepaksian dan mendirikan negeri baru di Tenumbang kemudian menjadi Marga Tenumbang. Ketiga kelompok dari Sekala Beghak ini kemudian berbaur dan menempati kawasan Banding Agung, Pematang Ribu, dan Warkuk. Sampai sekarang banyak orang Banding Agung mengaku keturunan Paksi Pak Sekala Beghak. Di samping itu, ada kisah-kisah perpindahan orang Sekala Beghak, sebagaimana ditulis dalam Wikipedia (7/3/07: 04.02), yang dipimpin Pangeran Tongkok Podang, Puyan Rakian, Puyang Nayan Sakti, Puyang Naga Berisang, Ratu Pikulun Siba, Adipati Raja Ngandum dan sebagainya. Bahkan, daerah Cikoneng di Banten ada daerah yang diberikan kepada Umpu Junjungan Sakti dari Kepaksian Belunguh atas jasa-jasanya, dan banyak orang Sekala Beghak yang migrasi ke sana atau sebaliknya. Kisah-kisah ini memperkuat suatu kenyataan bahwa Sekala Beghak tidak hanya sebagai sumber muasal secara geografis, melainkan juga sumber kultur masyarakat. Sekala Beghak adalah hulu suatu kebudayaan masyarakat. Dari Sekala Beghak ini juga lahir huruf Lampung yaitu Kaganga. Bagi sebuah kebudayaan, memiliki bahasa dan aksara sendiri merupakan bukti kebesaran masa lalu kebudayaan tersebut. Di Indonesia hanya sedikit kebudayaan yang memiliki aksara sendiri, yaitu Batak, Lampung (Sumatera Selatan), Jawa, Sunda, Bali, dan Bugis. Dan kebudayaan yang memiliki aksara sendiri dapat dikategorikan sebagai kebudayaan unggul. Karena bahasa merupakan alat komunikasi sekaligus simbol kemajuan peradaban.
Semua aksara Nusantara tersebut berasal dari bahasa Palava, yang berinduk pada bahasa Brahmi di India. Bahasa Palava digunakan di India dan Asia Tenggara. Di Nusantara bahasa ini mengalami penyebaran dan pengembangan, bermula dari bahasa Kawi, sebagai induk bahasa Nusantara. Dari bahasa Kawi menjadi bahasa : Jawa (Hanacaraka), Bali, Surat Batak, Lampung/Sumatera Selatan (Kaganga), dan Bugis. Dari Kerajaan Sekala Beghak yang telah memiliki unsur-unsur “kebudayaan lengkap” ini pulalah “ideologi” Sai Batin dilahirkan dan disebarluaskan. Sampai saat ini, masih banyak yang bisa dibaca dari jejak-jejak yang tertinggal. Baik dari jejak fisik maupun jejak yang tidak kasat mata. Dari legenda, seni budaya, adat tata cara, bahasa lisan tulisan, artefak benda peninggalan, hingga falsafah hidup masih ada runut rujukannya. Dari Sekala Beghak itu di kemudian hari pengaruh budaya dan peradabannya berkembang dan berpengaruh luas ke seluruh Lampung bahkan sampai ke Komering di Sumatera Selatan sekarang. Tidak terhitung kemudian “pendukung budaya”-nya yang tersebar di seluruh Indonesia pada masa kini.


Bogher Fc88

Sejarah Inggris Masuk Ke-Krui

Ass...
Di bawah ini kami sajikan sebuah cerita turun temurun bagi rakyat krui lampung barat yg mengupas sejarah tentang pasukan tentara inggris yg ingin menjajah tanah Krui.
kami mohon maaf,bila di dalam penyajiannya kurang lengkap dgn tdk adanya Tahun,Tanggal ataupun bualan kejadiannya.

Konon pasukan inggris memasuki wilayah krui dgn niat ingin menjajah tanah krui,alasannya begitu sempit untuk di kaji,karena di krui termasuk wilayah yg mempunyai hasil bumi yg banyak.
Sebelum inggris masuk ke krui,terdapat tujuh orang yg memiliki kemampuan yg luar biasa yg berasal dari Balak Wai Tegaga.

Tujuh orang tersebut terbang menuju tempat pasukan inggris mendarat dengan menggunakan sebuah batu besar yang di namakan Batu Mengining
Sesampainya mereka di tujuan,mereka langsung menaiki sebuah gunung demi mengatur dang mempertimbangkan cara menumpas pasukan inggris.Setelah bermusyawarah,di temukanlah jalan keluarnya diantaranya:
1. ada yg menyerang melalui jalan air dan
2. ada yg menyerang melalui jalan darat
Gunung Dimana tempat mereka bermusyawarah tadi di namakan Gunung Timbangan.

Ending cerita,pertempuran terjadi dgn begitu sengitnya dengan menghasilkan kemenangan untuk tujuh orang yg berasal dari pekon Balak Wai Tegaga
Setelah perang,barulah ketujuh orang tersebut menetap di krui masing2 bertempat tinggal di:
1. Raja Alam Di kampung Pedada
2. Raja Nurkodhim Di pekon Balak Laay
3. Raja Belang di pekon Kebagusan
4. Raja Basa di pekon Raja Basa pinggir Laut
Tiga dari Tujuh orang tersebut pergi ke arah Selatan Krui dan sampai sekarang tidak ditemukan keberadaan makamnya.

Setelah sekian lama krui aman,datang lagi pasukan Inggris dengan kapal Induknya.Kedatangan inggris ke krui di ketahui Raja Nurkodhim,sihingga Raja Nurkodhim terabang menuju kapal induk pasukan inggris.
Terjadilah pertempuran yg sengit,singkat cerita pertempuran tersebut di menangkan oleh Raja Nurkodhim.
satu satunya pasukan Inggris yg selamat hanya nahkoda kapal induk tersebut.

Pertempuran Dengan Inggris pernah juga terajadi di Layapan,beribu ribu tentara inggris mati di layapan tersebut,sampai sekarang di namakan Sabah Layapan bertempat Di pekon Menyancang.

Setelah peperangan selesai,Raja Nurkodhim pergi Ke Banten demi menemui Sultan Maulana Hasanuddin.
Di sana Raja nurkodhim banyak belajar tentang adab kesopanan,setelah cukup lama menimba ilmu Raja Nurkodhim pulang ke Krui.

Nama Krui terjadi setelah peperangan dengan tentara inggris selesai.
Krui berarti Duri,sebab dahulu kala sebelum berganti nama menjadi krui,daerah ini dipenuhi dengan banyak duri,Sehingga rakyat lampung khususnya di krui,memberinya Nama Krui sampai sekarang.
Di krui,ada juga yang namanya Air Krui,di air itulah tempat Raja Alam mendudukan Raja Nurkodhim sebagai raja.
Di krui ada yg namanya pekon Balak Laay,Penggawa 5,Ulu 5 kalau dahulu di sebut dengan nama Pasirah 10 pekon.

Demikian cerita atau sejarah singkat tentang pasukan Inggris memasuki krui.
Mohon maaf bila ada kekurangan dlm penyajian cerita ini,saya berharap ada masukan jak minak muari unyinni....


Bogher Fc88